Sobat GenZ pernah nggak sih merasa insecure dan meragukan diri sendiri? Setelah bersusah payah mencapai kesuksesan, kamu malah merasa tak pantas menerimanya. Hmmm.. bisa jadi kamu mengalami impostor syndrome atau sindrom penyamar.

Impostor syndrome mengacu pada keyakinan diri bahwa seseorang tidak kompeten seperti yang dianggap orang lain. Sindrom ini bermula ketika kamu tidak bisa mengenali potensi dalam diri, sehingga menimbulkan perasaan tidak mampu dan tidak percaya kepada kemampuan yang dimiliki. Hal ini membuat seseorang dengan impostor syndrome merasa stres dan tertekan ketika mendapat keberhasilan. Mereka merasa menjadi seorang penyamar dan telah mencurangi banyak orang. Meskipun definisi ini biasanya dikaitkan dengan kecerdasan dan prestasi, sindrom ini juga berkaitan dengan perfeksionisme.

Tapi tunggu dulu guys … impostor syndrome ini beda dengan rendah hati ataupun kurang percaya diri ya. Perasaan tidak percaya pada kemampuan diri yang berlebihan pada impostor syndrome ini dapat menimbulkan kecemasan. Keyakinan bahwa seseorang tidak merasa bisa melakukan apa-apa begitu kuat dan sulit berubah meskipun ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.

Karakteristik impostor syndrome

Berikut beberapa tanda jika kamu mungkin mengalami impostor syndrome:

  • Meragukan diri sendiri
  • Tidak mampu menilai kompetensi diri sendiri secara akurat
  • Mengaitkan kesuksesan dengan faktor eksternal
  • Cenderung tidak puas dengan kinerja sendiri
  • Adanya ketakutan tidak bisa memenuhi harapan atau ekspektasi banyak orang
  • Menetapkan tujuan yang terlalu tinggi lalu kecewa jika tidak bisa mencapainya

Bagi sebagian orang, impostor syndrome menjadi pemicu untuk terus berhasil dan berprestasi. Emang sih jadi hal yang bagus untuk terus memacu diri menjadi lebih baik. Namun jika berlebihan hal ini dapat menimbulkan kecemasan terus-menerus. Seseorang dengan sindrom ini merasa harus terus bekerja keras dan memastikan bahwa dirinya tidak gagal dan mengecewakan banyak orang.

Impostor syndrome membuat orang yang mengalaminya yakin bahwa alasan dia sukses adalah karena terus bekerja keras walau harus begadang setiap malam dan merasa tertekan. Apabila tidak melakukannya, mereka merasa tidak mungkin mendapat semua keberhasilan itu. Inilah yang membuat penderita impostor syndrome selalu berfikir, “Apakah aku pantas menerima kesuksesan ini?”, “Kamu berhasil hanya karena keberuntunganmu,” ataupun “Kamu nggak cukup kompeten, kamu nggak pantas berhasil”.

Apa penyebabnya?

Terdapat setidaknya dua hal yang bisa memicu impostor syndrome. Misalnya berasal dari keluarga yang menuntut pencapaian tinggi maupun memiliki orang tua yang bersikap kritis. Selain itu, tahap memasuki bidang atau dunia baru bisa memicu impostor syndrome. Misalnya memulai sekolah, kuliah, atau pekerjaan baru yang mungkin membuatmu harus mencapai sesuatu agar dapat dianggap.

Lalu, harus gimana nih?

Untuk mengatasi impostor syndrome. Kamu perlu menanamkan kepercayaan pada dirimu sendiri. Mungkin memang cukup sulit pada awalnya, tapi tips-tips berikut ini patut kamu coba.

1. Bicarakan perasaanmu

Curhat boleh kok | Photo created by cookie_studio – www.freepik.com via doktergenz.hipwee.com

Bicaralah dengan orang lain tentang perasaanmu. Kecemasan seperti ini bisa makin parah loh jika dipendam sendiri. Dapatkan umpan balik dari teman dan anggota keluarga yang terpercaya sehingga kamu dapat perspektif baru mengenai kemampuan dan kompetensimu.

Pengen cara baru? Kamu bisa bergabung dengan kelompok dukungan untuk saling berbagi perasaan. Dengan saling berbagi, kamu jadi tahu kalau kamu tidak sendiri. Juga bisa saling mendukung loh agar bisa menangani tanda-tanda impostor syndrome.

Kamu juga bisa membuka diri pada ahli kesehatan mental. Selain bisa menumpahkan perasaanmu, tenaga profesional mungkin bisa membantu untuk menemukan dan mengatasi penyebab dari sindrom ini.

 

2. Coba bantu orang lain

Bantu orang lain | Photo created by Christina Morillo – www.pexels.com

Cobalah membantu orang lain yang memiliki situasi yang sama denganmu. Jika kamu melihat seseorang yang tampak canggung atau sendirian, ajukan pertanyaan kepada orang tersebut untuk mengajaknya berbicara. Saat kamu melatih keterampilan kecil seperti itu, secara tidak langsung kamu juga membangun kepercayaan pada kemampuanmu sendiri.

3. Percaya kemampuanmu

Objektif pada kemampuan diri | Photo created by cookie_studio – www.freepik.com via doktergenz.hipwee.com

Cobalah menilai diri sendiri secara realistis. Tulis hal apa yang kamu kuasai dan apa saja pencapaianmu selama ini. Syukuri bagaimana prosesmu hingga sampai ke titik ini. Ingat-ingat dampak positif yang kamu ciptakan pada lingkungan.

4. Fokus pada kemajuan, bukan pada kesempurnaan

Fokus! | Photo created by peoplecreations – www.freepik.com via doktergenz.hipwee.com

Jangan fokus melakukan sesuatu dengan sempurna. Perlu kamu tahu nih, kalau ketidaksempurnaan adalah bagian dari hidup. Tidak ada orang yang melakukan segala sesuatunya dengan sempurna. Namun hanya karena kita tidak melakukan sesuatu dengan sempurna, tentu saja tidak mengurangi nilai kita sebagai manusia. So, cari arti kenapa kamu melakukan sesuatu sehingga kamu fokus pada esensinya, bukan kesempurnaannya.

5. Berhenti membandingkan diri

Stop bandingkan diri sendiri |Photo created by cookie_studio – www.freepik.com via doktergenz.hipwee.com

Setiap kali kamu membandingkan dirimu dengan orang lain, percaya deh nggak akan ada ujungnya. Kamu akan selalu menemukan kekurangan pada dirimu dan memicu perasaan kecewa pada diri sendiri. Percaya deh, kamu punya kelebihan dan keunikanmu sendiri.

 

6. Gunakan media sosial secukupnya

Gunakan dengan bijak | Photo created by freepik – www.freepik.com via doktergenz.hipwee.com

Penggunaan media sosial berlebihan memang buruk bagi kesehatan mental karena dapat memicu perasaan rendah diri. Hal ini tentunya bisa membuat impostor syndrome dalam diri semakin memburuk. Cukup ikuti akun-akun yang membuat hatimu senang untuk refreshing ataupun akun teman akrabmu. Gunakan media sosial dengan bijak. Media sosial bisa untuk mencari inspirasi atau mencari hal-hal lucu, bukannya untuk membuat kamu stres.

Nah, untuk Sobat GenZ yang mulai merasakan gejala-gejala impostor syndrome, coba yuk terapkan hal-hal diatas. Sikap selalu ingin belajar dan meningkatkan kemampuan diri itu baik, asal jangan berlebihan dan malah membuat kamu tertekan. Tapi kalau rasa khawatirmu sudah sangat membuat tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari, ada baiknya kamu menemui konselor sebaya di Dokter GenZ maupun psikolog.

 

Referensi:
Very Well Mind. (2020). What Is Imposter Syndrome? https://www.verywellmind.com/imposter-syndrome-and-social-anxiety-disorder-4156469
Medical News Today. (2020). How to handle impostor syndrome. https://www.medicalnewstoday.com/articles/321730
Psychology Today. Imposter Syndrome. https://www.psychologytoday.com/us/basics/imposter-syndrome
O’Reilly, M., Dogra, N., Whiteman, N., Hughes, J., Eruyar, S., & Reilly, P. (2018). Is social media bad for mental health and wellbeing? Exploring the perspectives of adolescents. Clinical child psychology and psychiatry, 23(4), 601-613.

  • 48
    Shares

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya