Pada 12 Agustus 2020 kemarin, seluruh remaja di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia merayakan Hari Remaja Internasional. Peringatan dengan tema “Youth Engagement for Global Action” yang dipilih United Nations, atau keterlibatan orang muda untuk aksi global, terasa sangat pas sebagai momentum membangkitkan semangat para remaja di masa pandemi untuk tetap bisa jadi agen perubahan bagi kemajuan bangsa.

Dalam praktiknya, remaja hari ini punya berbagai cara untuk terlibat langsung dalam aksi global. Mulai dari turun ke jalan seperti Greta Thunberg yang vokal dengan isu terkait lingkungan, atau memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menciptakan konten digital. Nah, dalam kondisi pandemi hari ini, pemanfaatan media sosial lah yang tampak relevan untuk dijajal. Selain karena bisa dengan mudah terlibat dalam pembicaraan global, penciptaan konten digital yang baik sekaligus bisa melawan hoaks terkait Covid-19 yang merebak.

Hal tersebut lah yang coba digalakkan UNFPA Indonesia, dengan mengajak orang muda Indonesia untuk jadi content leaders di tengah arus hoaks yang nggak bisa dihentikan sepenuhnya dalam peringatan Hari Remaja Internasional 2020.

 

Keahlian remaja memanfaatkan teknologi dan media sosial harus untuk tujuan yang baik

Youth Development Innovation Associate UNFPA Neira Budiono dalam webinar “Youth as Content Leaders” yang digelar UNFPA pada Sabtu, (15/8/2020) (Dok. tangkapan layar Zoom)

Dengan fakta bahwa mayoritas remaja Indonesia sudah punya kecakapan teknologi termasuk urusan media sosial, UNFPA Indonesia menilai keahlian tersebut agaknya harus diaplikasikan secara tepat guna agar menciptakan iklim bermedia sosial yang baik. Contohnya dalam penyebaran dan penciptaan konten informasi, parameter tepat guna yang bisa kita sepakati adalah membawa dampak baik bagi siapa saja penikmat konten tersebut. Caranya bisa dimulai dengan membuat konten sesuai kompetensi, atau berangkat dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sementara dalam menyebarkan berbagai informasi yang pada kondisi hari ini serba terlihat penting, Youth Development Innovation Associate UNFPA Neira Budiono, mengatakan remaja harus bisa memilah mana informasi yang menyajikan kebenaran. Menurutnya, ketersediaan informasi yang hari ini sangat beragam bukan nggak mungkin malah membuat para remaja kebingungan dalam mengkonsumsinya.

“Bagi aku, ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam memilah informasi. Kita bisa periksa organisasi yang berada di belakang situs web yang memproduksi informasi, atau menilainya dari kalimat yang digunakan. Kalau cenderung bombastis dengan klaim kurang saintifik boleh kita pertanyakan kebenarannya,” jelas Neira dalam webinar “Youth as Content Leaders” yang digelar UNFPA pada Sabtu, (15/8/2020).

Senada dengan Neira, Influencer & Musisi “Music for Healing” Nufi Wardhana, mengatakan di tengah arus informasi ini kita memang nggak bisa menghilangkan sepenuhnya hoaks, tetapi, sebaliknya kita bisa menerapkan filter diri dalam menyaring informasi. Melanjutkan pernyataan Nufi, Muammar Karim dari Independent Youth Forum Papua menjelaskan filter diri bisa diterapkan dengan melihat siapa yang pada mulanya menyebarkan sebuah informasi, dan dari mana informasi tersebut berasal.

“Serta yang terpenting, siapa pun termasuk remaja harus bisa menahan diri untuk nggak menyebarkan sebuah konten atau informasi sebelum memastikan kebenarannya,” tegas Muammar.

 

Untuk para kreator, sumber yang valid adalah salah satu kunci utama agar konten digital digandrungi remaja

SRH Officer UNALA, Putri Khatulistiwa (Dok. tangkapan layar Zoom)

Sementara itu SRH Officer UNALA Putri Khatulistiwa yang biasa memberikan layanan informasi dan kesehatan reproduksi remaja, mengatakan sangat memanfaatkan konten digital selain interaksi langsung dalam merangkul para remaja khususnya di masa pandemi ini. Cara yang dilakukan pun beragam, mulai dari pemaksimalan webinar, IG live, dan bahkan mengajak langsung para remaja untuk menciptakan konten digital mereka sendiri.

“Sejak pandemi ini kita berpikir bagaimana edukasi bisa dilakukan, dan layanan konsultasi bisa berjalan. Akhirnya kita coba bikin webinar dan IG live. Karena bertujuan mencipta ruang aman bagi teman-teman remaja, kita juga ajak mereka untuk bercerita tentang pengalaman mereka,” jelas Putri.

Dalam penciptaan konten digital, UNALA menerapkan metode jajak pendapat untuk menentukan tema dan narasumber yang akan diusung. Dengan pendekatan ini pada akhirnya potensi para remaja yang terlibat bisa dikembangkan dengan maksimal. Putri mengatakan resep penciptaan konten digital agar diminati remaja harus lah menggunakan sumber yang valid dan reliable, kalau perlu berkolaborasi dengan influencer, menyelipkan humor, dan yang nggak kalah penting didesain dengan menarik.

 

Dalam komunikasi resiko seperti di masa pandemi, kompeten adalah syarat menjadi content leaders

Kepala Dinas Kesehatan DIY, drg. Pembayun Setyaning Astutie, M.Kes. (dok. tangkapan layar Zoom)

Turut hadir dalam webinar, Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, M.Si dari FK UGM, menegaskan dalam komunikasi resiko seperti pada masa pandemi ini, content leaders haruslah seorang kompeten yang mengusung informasi dari sumber terpercaya, jujur, serta menunjukkan perhatian atas isu yang diangkat. Sementara Kepala Dinas Kesehatan DIY, drg. Pembayun Setyaning Astutie, M.Kes. berharap pembahasan terkait keterlibatan remaja dalam konten digital ini bisa jadi bahan evaluasi pemerintah untuk menciptakan konten edukasi yang sesuai dengan kebutuhan remaja.

“Saya bangga melihat adik-adik kita ini sudah sejauh ini mencermati konten di media sosial. Untuk itu kami akan mencoba untuk bisa bersama adik-adik remaja, dan akan mengevaluasi apakah model pesan yang selama ini disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan minat para remaja,” tutup drg. Pembayun.

Nah, sebagai remaja yang menjadi sebagian populasi terbanyak di dunia, kita punya pengaruh yang besar loh, jika bisa terlibat dalam aksi global. Bagaimana, kamu siap jadi content leaders di media sosial?

Reporter: Luthfie Rahmadian

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya